I. Menentukan kadar alumunium dengan prinsip gravimetri
II. ABSTRAK
Aluminium oksida adalah insulator (penghambat) panas dan listrik yang baik. Umumnya Al2O3 terdapat dalam bentuk kristalin yang disebut corundum atau α-aluminum oksida. Al2O3 dipakai sebagai bahan abrasif dan sebagai komponen dalam alat pemotong, karena sifat kekerasannya. Aluminium oksida berperan penting dalam ketahanan logam aluminium terhadap perkaratan dengan udara. Logam aluminium sebenarnya amat mudah bereaksi dengan oksigen di udara. Aluminium bereaksi dengan oksigen membentuk aluminium oksida, yang terbentuk sebagai lapisan tipis yang dengan cepat menutupi permukaan aluminium. Lapisan ini melindungi logam aluminium dari oksidasi lebih lanjut. Ketebalan lapisan ini dapat ditingkatkan melalui proses anodisasi. Beberapa alloy (paduan logam), seperti perunggu aluminium, memanfaatkan sifat ini dengan menambahkan aluminium pada alloy untuk meningkatkan ketahanan terhadap korosi. Al2O3 yang dihasilkan melalui anodisasi bersifat amorf, namun beberapa proses oksidasi seperti plasma electrolytic oxydation menghasilkan sebagian besar Al2O3 dalam bentuk kristalin, yang meningkatkan kekerasannya.
aluminium oksida terdapat dalam bentuk kristal corundum. Batu mulia rubi dan sapphire tersusun atas corundum dengan warna-warna khas yang disebabkan kadar ketidakmurnian dalam struktur corundum. Aluminium oksida, atau alumina, merupakan komponen utama dalam bauksit bijih aluminium yang utama. Bijih bauksit terdiri dari Al2O3, Fe2O3, and SiO2 yang tidak murni. Campuran ini dimurnikan terlebih dahulu melalui Proses Bayer:
Al2O3 + 3H2O + 2NaOH + panas → 2NaAl(OH)4
Fe2O3 tidak larut dalam basa yang dihasilkan, sehingga bisa dipisahkan melalui penyaringan. SiO2 larut dalam bentuk silikat Si(OH)62-. Ketika cairan yang dihasilkan didinginkan, terjadi endapan Al(OH)3, sedangkan silikat masih larut dalam cairan tersebut. Al(OH)3 yang dihasilkan kemudian dipanaskan
2Al(OH)3 + panas → Al2O3 + 3H2O
Al2O3 yang terbentuk adalah alumina.
DASAR TEORI
Alum/Tawas
Tawas/Alum
adalah sejenis koagulan dengan rumus kimia Al2S04 11 H2O
atau 14 H2O atau 18 H2O umumnya yang digunakan adalah 18
H2O. Semakin banyak ikatan molekul hidrat maka semakin banyak ion
lawan yang nantinya akan ditangkap akan tetapi umumnya tidak stabil. Pada pH
< 7 terbentuk Al ( OH )2+, Al ( OH )2 4+,
Al2 ( OH )2 4+. Pada pH > 7 terbentuk Al (
OH )-4. Flok –flok Al ( OH )3 mengendap berwarna putih.
Gugus
utama dalam proses koagulasi adalah senyawa aluminat yang optimum pada pH
netral. Apabila pH tinggi atau boleh dikatakan kekurangan dosis maka air akan
nampak seperti air baku karena gugus aluminat tidak terbentuk secara sempurna.
Akan tetapi apabila pH rendah atau boleh dikata kelebihan dosis maka air akan
tampak keputih – putihan karena terlalu banyak konsentrasi alum yang cenderung
berwarna putih. Dalam cartesian terbentuk hubungan parabola terbuka, sehingga
memerlukan dosis yang tepat dalam proses penjernihan air. Reaksi alum
dalam larutan dapat dituliskan.:
Al2S04
+ 6 H2O —–à Al ( OH )3 + 6 H+ + SO42-
Reaksi
ini menyebabkan pembebasan ion H+ dengan kadar yang tinggi ditambah
oleh adanya ion alumunium. Ion Alumunium bersifat amfoter sehingga bergantung
pada suasana lingkungan yang mempengaruhinya. Karena suasananya asam maka
alumunium akan juga bersifat asam sehingga pH larutan menjadi turun.
Jika
zat-zat ini dilarutkan dalam air, akan terjadi disosiasi garam menjadi kation
logam dan anion. Ion logam akan menjadi lapisan dalam larutan dengan
konsentrasi lebih rendah dari pada molekul air, hal ini disebabkan oleh muatan
posistif yang kuat pada permukaan ion logam (hidratasi) dengan membentuk
molekul heksaquo (yaitu 6 molekul air yang digabung berdekatan) atau disebut
dengan logam (H2O)63+ , seperti [Al.(H2O)6]3+
.
Ion
seperti ini hanya stabil pada media yang sedikit asam , untuk aluminium pada pH
< 4, untuk Fe pada pH < 2.
Jika
pH meningkat ada proton yang akan lepas dari ion logam yang terikat tadi dan
bereaksi sebagai asam.
Sebelum
digunakan satu hal yang harus disiapkan yaitu larutan koagulan. Di dalam
larutan, koagulan harus lebih efektif, bila berada pada bentuk
trivalen (valensi 3) seperti Fe3+ atau Al3+,
menghasilkan pH < 1,5. Bila larutan alum ditambahkan ke dalam air yang akan
diolah terjadi reaksi sebagai berikut :
Reaksi hidrolisa : Al3+
+ 3H2O → Al(OH)3 + 3H+ ….1)
Jika alkalinitas
dalam air cukup, maka terjadi reaksi :
Jika ada CO32−
: CO32− + H+ →
HCO3− + H2O ………..2)
Atau dengan HCO3−
: HCO3− + H+ → CO2
+ H2O ……3)
Dari reaksi di atas
menyebabkan pH air turun.
Kelarutan
Al(OH)3 sangant rendah, jadi pengendapan akan terjadi dalam bentuk
flok. Bentuk endapan lainnya adalah Al2O3. nH2O
seperti ditunjukkan reaksi :
2Al3+
+ (n+3)H2O → Al2O3.nH2O + 6H+
Ion H+ bereaksi
dengan alkalinitas.
Reaksi-reaksi
hidrolisa yang tercantum di atas merupakan persamaan reaksi hidrolisa secara
keseluruhan. Reaksi 1) biasanya digunakan untuk menghitung perubahan
alkalinitas dan pH.
Pada
kenyataannya ion Al3+ dalam larutan koagulan terhidrasi dan akan
berlangsung dengan ketergantungan kepada pH hidrolisa. Senyawa yang terbentuk bermuatan positip dan dapat
berinteraksi dengan zat kotoran seperti koloid.
[Al(H2O)6]3+
—à [Al(H2O)5OH]2+ + H+
[Al(H2O)5OH]2+
—à [Al(H2O)4(OH)2]+ +
H+
[Al(H2O)4(OH)2]+
—à [Al(H2O)3(OH)3]
+ H+ endapan
[Al(H2O)3(OH)3]
—à
[Al(H2O)2(OH)4]− + H+ terlarut
Tahap pertama
terbentuk senyawa dengan 5 molekul air dan 1 gugus hidroksil yang muatan total
akan turun dari 3+ menjadi 2+ misalnya : [Al(H2O)5OH]2+.
Jika
pH naik terus sampai mencapai ±5 maka akan terjadi reaksi tahap kedua dengan
senyawa yang mempunyai 4 molekul air dan 2 gugus hidroksil. Larutan dengan pH
>6 (dipengaruhi oleh Ca2+) akan terbentuk senyawa logam netral
(OH)3 yang tidak bisa larut dan mempunyai volume yang besar dan bisa
diendapkan sebagai flok (di IPA).
Jika
alkalinitas cukup ion H+ yang terbentuk akan terlepas dan endapan [Al(H2O)3(OH)3]
atau hanya Al(OH)3 yang terbentuk. Pada pH lebih besar dari 7,8 ion
aluminat [Al(H2O)2(OH)4]− atau
hanya Al(OH)4]− yang terbentuk yang bermuatan negatip dan
larut dalam air. Untuk menghindari terbentuknya senyawa aluminium terlarut,
maka jangan dilakukan koagulasi dengan senyawa aluminium pada nilai pH lebih
besar dari 7,8.
Polimerisasi
senyawa aluminium hidroksil berlangsung dengan menghasilkan kompleks yang
mengandung ion Al yang berbeda berikatan dengan ion lainnya oleh grup OH−.
Contoh :
OH [(H2O)4
Al Al(H2O)4]4+ atau Al2(OH)24+
OH Polinuklir Al
kompleks diajukan untuk diadakan, seperti :
[Al7(OH)17]4+ ; [Al8(OH)20]4+
; [Al13(OH)34]5+
Selama
koagulasi pengaruh pH air terhadap ion H+ dan OH− adalah
penting untuk menentukan muatan hasil hidrolisa. Komposisi kimia air juga
penting, karena ion divalen seperti SO42− dan HPO42−
dapat diganti dengan ion-ion OH− dalam kompleks oleh karena
itu dapat berpengaruh terhadap sifat-sifat endapan.
Presipitasi
dari hidroksida menjamin adanya ion logam yang bisa dipisahkan dari air karena
koefisien kelarutan hidroksida sangat kecil. Senyawa yang terbentuk pada pH
antara 4 – 6 dan yang terhidrolisa, dapat dimanfaatkan untuk polimerisasi dan
kondensasi (bersifat membentuk senyawa dengan atom logam lain) misalnya Al6(OH)153+.
Aluminium
sering membentuk komplek 6 s/d 8 dibandingkan dengan ion Fe (III) yang
membentuk suatu rantai polimer yang panjang. Senyawa itu disebut dengan cationic polynuclier
metal hydroxo complex
dan sangat bersifat mengadsorpsi dipermukaan zat-zat padat. Bentuk hidrolisa
yang akan terbentuk didalam air , sebagian besar tergantung pada pH awal,
kapasitas dapar (buffer), suhu, maupun konsentrasi koagulan dan kondisi ionik
(Ca2+ dan SO42–) maupun juga dari kondisi
pencampuran dan kondisi reaksi.
Senyawa
Al yang lainnya adalah sodium aluminat, NaAlO2 atau Na2Al2O4.
Kelebihan NaOH yang ditambahkan (rasio Na2O/Al2O3 dalam
Na2Al2O4 adalah : 1,2 − 1,3/1) untuk menaikkan
stabilitas sodium aluminat. Penambahan zat ini dalam bentuk larutan akan
menghasilkan reaksi berikut :
AlO2−
+ 2H2O → Al(OH)4−
Al(OH)4−
→ Al(OH)3 + OH−
Reaksi
kedua hanya mungkin bila asiditas dalam air cukup untuk menghilangkan ion OH−
yang terbentuk sehingga menyebabkan kenaikan pH.
CO2
+ OH− → HCO3−
HCO3−
+ OH− → CO3 2− + H2O
Kadang-kadang
bila air tidak mengandung alkalinitas, perpaduan antara sodium aluminat dan
alum digunakan untuk menghindari perubahan pH yang besar dan untuk membuat pH
relatif konstan.
2Al3+ + 3SO42−
+ 6H2O → 2Al(OH)3 +
3SO2− + 6H+
6AlO2
+ 6Na+ + 12H2O →
6Al(OH)3 + 6Na+ + 6OH−
_________________________________________________________
2Al3+ + 3SO42− + 6Na+ + 6AlO2−
+ 12H2O → 8Al(OH)3 +
6Na++3SO42−
Pada prakteknya satu hal
dipertimbangkan memberikan kelebihan asam dari larutan alum (pH 1,5) yang
ditambahkan dan yang lainnya kelebihan NaOH di dalam sodium aluminat (untuk
stabilitas).
Pada kekeruhan yang
disebabkan tanah liat sangat baik dihilangkan dengan batas pH antara 6,0 sampai
dengan 7,8; penghilangan warna umumnya dilakukan pada pH yang sedikit asam,
lebih kecil dari 6, bahkan di beberapa daerah harus lebih kecil dari 5. Dari
beberapa penelitian (untuk air gambut dari daerah Riau), efisiensi penghilangan
warna akan baik bila pH lebih kecil dari 6 untuk setiap dosis koagulan alum
sulfat yang digunakan. Walaupun demikian efisiensi penghilangan warna masih
tetap tinggi dihasilkan pada koagulasi dengan pH sampai 7, tetapi dengan dosis
alum sulfat yang lebih tinggi (sampai 100 mg/l), tetapi bila dosis alum sulfat
lebih kecil (60 mg/l) pada pH yang sama (sampai dengan 7), terjadi penurunan
efisiensi penghilangan warna secara drastis (sampai dengan 10 %).
Air setelah diolah
dengan koagulasi – flokulasi untuk menghilangkan warna, pH harus ditetapkan
diatas 6,5 (kurang dari 7,8) sebelum air disaring, karena pada pH tersebut
bentuk aluminium tidak larut, jadi residu Al3+ terlarut didalam air
dapat dihilangkan/dikurangi, pada pH > 7,8 bentuk Al adalah Al terlarut
yaitu ion aluminat, [Al(H2O)2(OH)4]– Untuk
hal ini dilakukan penambahan kapur sebelum proses filtrasi, dan biarkan
aluminium berubah bentuk menjadi bentuk tidak larut/endapan supaya dapat
dihilangkan dengan penyaringan. Dengan
cara ini residu Al3+ dapat ditekan sampai tingkat yang diijinkan.
Setelah itu baru boleh dilakukan penambahan kembali kapur atau soda abu untuk
proses Stabilisasi dengan harapan tidak akan terjadi perubahan alum terlarut
menjadi alum endapan. Bila cara diatas tidak dilakukan, kemungkinan akan
terjadi pengendapan alum di reservoir atau pada jaringan pipa distribusi,
akibat penambahan kapur atau soda abu untuk proses stabilisasi dilakukan
setelah air keluar dari filter, seperti halnya yang dilakukan pada pengolahan
air yang biasa ( tidak berwarna ).
Proses
koagulasi dengan koagulan lain seperti halnya garam Fe (III) yang mempunyai
rentang pH lebih besar (4–9) dan penggunaan koagulan Polyaluminium chloride
(PAC), tanpa penetapan pH pun proses koagulasi – flokulasi tetap dapat berlangsung,
tetapi pembentukan flok tidak optimum, hanya flok-flok halus yang terbentuk,
sehingga beban filter akan bertambah.
Jika
kehadiran alkalinitas didalam air cukup, pada koagulasi dengan koagulan garam
Al ion H+ yang terbentuk akan diambil dan terbentuk endapan [Al(H2O)3(OH)3]
atau hanya Al(OH)3, dimana bentuk ini bermanfaat pada pertumbuhan
flok ( mekanisme adsorpsi ). Adanya alkalinitas didalam air jika pH air >
4,5. Jadi jika pH air baku < 4,5 perlu penambahan bahan alkali (kapur atau
soda abu).
PAC ( Poly Aluminium
Chloride )
Senyawa Al yang lain
yang penting untuk koagulasi adalah Polyaluminium chloride (PAC), Aln(OH)mCl3n-m.
Ada beberapa cara yang
sudah dipatenkan untuk membuat polyaluminium chloride yang dapat dihasilkan
dari hidrolisa parsial dari aluminium klorida, seperti ditunjukkan reaksi
berikut :
n AlCl3 + m OH− . m Na+ → Al n (OH) m Cl 3n-m + m Na+ +
m Cl−
Senyawa
ini dibuat dengan berbagai cara menghasilkan larutan PAC yang agak stabil.
PAC
adalah suatu persenyawaan anorganik komplek, ion hidroksil serta ion alumunium
bertarap klorinasi yang berlainan sebagai pembentuk polynuclear mempunyai rumus umum Alm(OH)nCl(3m-n).
Beberapa keunggulan yang dimiliki PAC dibanding koagulan lainnya adalah :
1.
PAC dapat bekerja di tingkat pH yang lebih luas,
dengan demikian tidak diperlukan pengoreksian terhadap pH, terkecuali bagi air
tertentu.
2.
Kandungan belerang dengan dosis cukup akan
mengoksidasi senyawa karboksilat rantai siklik membentuk alifatik dan gugusan
rantai hidrokarbon yang lebih pendek dan sederhana sehingga mudah untuk diikat
membentuk flok.
3.
Kadar khlorida yang optimal dalam fasa cair yang
bermuatan negatif akan cepat bereaksi dan merusak ikatan zat organik terutama
ikatan karbon nitrogen yang umumnya dalam truktur ekuatik membentuk suatau
makromolekul terutama gugusan protein, amina, amida dan penyusun minyak dan
lipida.
4.
PAC tidak menjadi keruh bila pemakaiannya berlebihan,
sedangkan koagulan yang lain (seperti alumunium sulfat, besi klorida dan fero
sulfat) bila dosis berlebihan bagi air yang mempunyai kekeruhan yang rendah
akan bertambah keruh. Jika digambarkan dengan suatu grafik untuk PAC adalah
membentuk garis linier artinya jika dosis berlebih maka akan didapatkan hasil
kekeruhan yang relatif sama dengan dosis optimum sehingga penghematan bahan
kimia dapat dilakukan. Sedangkan untuk koagulan selain PAC memberikan grafik
parabola terbuka artinya jika kelebihan atau kekurangan dosis akan menaikkan
kekeruhan hasil akhir, hal ini perlu ketepatan dosis.
5.
PAC mengandung suatu polimer khusus dengan struktur
polielektrolite yang dapat mengurangi atau tidak perlu sama sekali dalam
pemakaian bahan pembantu, ini berarti disamping penyederhanaan juga penghematan
untuk penjernihan air.
6.
Kandungan basa yang cukup akan menambah gugus
hidroksil dalam air sehingga penurunan pH tidak terlalu ekstrim sehingga
penghematan dalam penggunaan bahan untuk netralisasi dapat dilakukan.
7.
PAC lebih cepat membentuk flok daripada koagulan biasa
ini diakibatkan dari gugus aktif aluminat yang bekerja efektif dalam mengikat
koloid yang ikatan ini diperkuat dengan rantai polimer dari gugus
polielektrolite sehingga gumpalan floknya menjadi lebih padat, penambahan gugus
hidroksil kedalam rantai koloid yang hidrofobik akan menambah berat molekul,
dengan demikian walaupun ukuran kolam pengendapan lebih kecil atau terjadi over-load bagi instalasi yang ada, kapasitas produksi relatif
tidak terpengaruh
cara untuk mengetahui kandungan al didalam pac besar kecilnya itu bagaimana ya?
BalasHapus